Kamis, 31 Oktober 2013

Muslihat Kakek Dewo 7                                                                                       

                                                                                                                 

Hari masih pagi ketika Dewo melangkah pergi ke belakang rumah. Ditinggalkannya Nyai Siti yang masih tergolek lemas di atas ranjang. Setelah disetubuhi 3 kali, wanita itu jadi tidak punya tenaga sama sekali, bahkan untuk membuka mata saja ia tidak mampu. Dewo tersenyum senang, sambil membasuh kontolnya yang masih belepotan sperma, ia membayangkan siapa lagi wanita di kampung ini yang bisa ia tiduri. Setelah merasakan tubuh molek Imah, Dewo jadi ketagihan. Ia percaya, dengan ilmu peletnya -dan sedikit bantuan dari Nyai Siti- ia bisa mendapatkan semuanya.
Dari surau dekat rumah, didengarnya suara Kyai Kholil yang sedang memberikan kuliah subuh. Materinya tentang bahaya zina. Sungguh sangat ironis, disaat dia menerangkan tentang salah satu dosa besar itu, di rumah, istrinya malah main serong dengan Dewo. Bahkan tidak cuma istrinya, tapi juga anak dan adik iparnya. Kasihan sekali Kyai Kholil.

Dewo melanjutkan aktivitasnya dengan memberi makan ayam, biasanya ada Wiwik yang menemani sambil menyepong kontolnya, tapi sekarang gadis itu sudah berangkat ke sekolah karena ada les tambahan di jam pertama. Sementara Rohmah lagi ’dapet’, sebejat-bejatnya Dewo, jijik juga kalau dihadapkan dengan pembalut yang penuh darah. Jadilah dia sendirian, tapi tak mengapa, sesekali boleh juga melamun, merenungi nasibnya yang sungguh sangat-sangat beruntung ini.   
Disaat sedang mencampur dedak dan bekatul, Dewo dikejutkan oleh ketukan pelan di pintu depan. Dia segera menghampiri dan membukanya, siapa tahu itu merupakan rejeki baginya. Dan benar saja, di depan pintu berdiri sesosok  tubuh yang sudah sangat dikenalnya. Seorang perempuan, dan dia tersenyum pada Dewo. ”Assalamu’alaikum,” sapanya ramah.
Dewo terdiam untuk sejenak, dia sedikit terpesona oleh kecantikan perempuan muda itu. ”Eh, i-iya... wa’alaikum salam,” jawabnya saat sudah bisa menguasai diri.
Wanita itu kembali tersenyum, ”Bu Nyai ada?” tanyanya mencari Nyai Siti.
”Bu Nyai ada di kamar, sedikit nggak enak badan.” jawab Dewo sambil mengamati perempuan itu dari atas ke bawah. Selain cantik, dia juga sangat seksi, batin Dewo dalam hati.
”Saya mau ambil gunting yang kemarin dipinjam bu Nyai.” kata wanita itu lagi, senyum masih tetap tersungging di bibirnya yang tipis.
Dewo ikut tersenyum, ”Silakan masuk, nanti saya carikan. Mbak Atik silakan duduk dulu. Bener ’kan sampean mbak Atik?” tanya Dewo memastikan, tidak ingin salah.
Wanita itu mengangguk, ”Iya, saya istrinya kang Mamat, tetangga depan rumah.” Sebenarnya tidak depan-depan amat sih, sedikit agak ke kiri, sekitar selisih tiga rumah. Ini hanya sekedar untuk basa-basi percakapan saja.
Dewo ikut mengangguk dan segera menyingkirkan diri, memberi jalan bagi Atik untuk lewat. Wanita itu segera melangkah masuk ke ruang tamu Kyai Kholil, “Maaf, pagi-pagi sudah mengganggu.“ kata wanita tinggi langsing tersebut.
“Ah, nggak apa-apa.” sahut Dewo, sama sekali tidak merasa terganggu. Yang ada dia malah senang dan gembira, siapa tahu Atik bisa takluk juga dalam pelukannya, sama seperti Imah kemarin malam. Dengan cepat, Dewo pun mulai merapalkan mantra peletnya.
“Kok sepi ya, pada kemana?” tanya Atik sambil memandang ke sekitar, nafasnya mulai memburu cepat.
’Aneh,’ Dewo membatin dalam hati. Belum diapa-apakan, wanita ini sudah menyerah duluan. Gampang sekali, padahal Dewo masih belum ‘menyerang’. Ada apa ini?
Belum habis keheranannya, Atik makin bertindak provokativ dengan memamerkan buah dadanya yang montok kepada Dewo, dia seperti membusungkan dadanya yang meski tertutup jilbab lebar, tapi terlihat begitu menggairahkan.
Dewo garuk-garuk kepala, ini sama sekali di luar rencananya. Tapi sebagai seseorang yang gila seks, tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakannya. Dengan cepat ia melempar jala untuk menjerat perempuan cantik itu, “Mbak cantik sekali pagi ini, membuat saya jadi nafsu!“ rayunya.

“Ah, Paman Dewo bisa aja, orang sudah tua kok dibilang cantik.“ sahut Atik, masih dengan nada biasa.
Seharusnya ia marah digoda seperti itu, ini benar-benar tidak normal.

Dewo mencoba mencari penyebabnya, tapi tidak bisa menemukan. Daripada pusing-pusing, mending ia teruskan merayu. “Beneran, kalau jadi suami mbak, Mbak bakal aku garap tiap hari.” kata Dewo sambil sedikit menaikkan celana kolornya, membiarkan Atik memandangi tonjolan kontolnya yang sudah mulai terbangun.
”Ahh,” perempuan cantik beranak satu itu melenguh pelan, lalu lekas memalingkan mukanya. ”Paman Dewo bikin saya malu,” sergahnya.
Dewo tersenyum, ”Kok malu? Ini saya bangunkan khusus buat Mbak lho.” godanya lagi.
Atik makin tersipu, dia melirik selangkangan Dewo yang makin menegang sempurna, malu-malu tapi mau. ”Tapi kan ada Nyai Siti di rumah,” kilahnya.
”Kalau misal Nyai Siti nggak ada, Mbak mau?” tekan Dewo.
Atik terdiam, tidak mengangguk tapi juga tidak menolak. Hanya matanya yang terus menatap selangkangan Dewo tanpa berkedip, menunjukkan jawaban apa yang ia pilih.
Dengan tersenyum penuh kemenangan, Dewo segera merangkul tubuh ibu muda beranak satu tersebut, ”Kita ke rumah Mbak aja, bukankah Bang Mamat sudah ke sawah jam segini.” usulnya.
Atik terdiam, seperti memikirkannya, tapi selanjutnya mengangguk setuju.
”Mbak pulang dulu, nanti saya nyusul. Saya mau ganti baju dulu,” kata Dewo menyeringai.
Tanpa berkata-kata, Atik segera berbalik dan melangkah pergi.
’Gila!’ Dewo menyumpah dalam hati. Mimpi apa dia semalam, salah satu wanita tercantik di desa ini tiba-tiba merayunya, tanpa perlu dipelet atau diguna-guna. Mungkin ini yang namanya ketiban durian runtuh. Tersenyum penuh kebahagiaan, Dewo pun segera pergi ke kamar untuk menukar bajunya. Dilihatnya Nyai Siti masih tertidur pulas di atas ranjang. Dia segera membangunkannya, bisa gawat kalau sampai Kyai Kholil pulang dan memergoki istrinya tidur di kamar Dewo. 
  
”Mau kemana, Mas?” tanya Nyai Siti sambil meraba-raba mencari bajunya yang berceceran.
“Keluar sebentar, beli rokok.” sahut Dewo berbohong, dia segera melangkah pergi agar Nyai Siti tidak bertanya-tanya lagi.
Di rumah berpagar biru yang banyak ditumbuhi bunga, Atik sudah menunggu kehadirannya. Ia segera merangkul Dewo begitu laki-laki tua itu masuk dan mengunci pintu depan. “Kukira Paman nggak jadi datang,” bisiknya manja. 
“Siapa juga yang bisa menolak wanita secantik Mbak!” balas Dewo yang membuat Atik tertawa tergelak.
“Ah, dari tadi Paman menggoda terus,” Atik berusaha menata nafasnya yang mulai kembali memburu.
“Kamu pengen ngentot denganku?” tanya Dewo yang membuat Atik menjadi terlonjak.
“Aah... Paman kok gitu sih, bikin saya jadi pengen aja... aduh, aku ngomong apa sih!“ ralat Atik yang matanya melirik ke arah selangkangan Dewo yang mulai membesar tajam.
Lirikan itu tertangkap mata si Dewo, “Nggak apa-apa, bukan kamu aja kok yang pengen.” sahutnya terus terang.
”Ah, maksud Paman?” tanya Atik sambil tersipu malu.
“Ah, nggak usah dipikirin.” Dewo mencium pipi perempuan cantik itu. “Ayo cepat, nanti keburu suamimu pulang dari sawah.” ingatnya.
“Ah, Paman nakal…“ balas Atik sambil memukul pelan pundak Dewo.
“Gimana nggak nakal, kalau digoda bidadari secantik kamu.“ ujar Dewo merayu.

“Terserah Paman, deh…“ ujar Atik pada akhirnya. Ia pasrah saja saat Dewo menaikkan dagunya dan mengecup bibirnya mesra. Ia membalas pagutan itu dengan pelan pula, masih terlihat sedikit ragu.
”Kenapa?” tanya Dewo.
”Apa benar apa yang kita lakukan ini?” ujar Atik heran, tapi sama sekali tidak menolak.
Dewo hanya tersenyum, dan tanpa menjawab kembali melumat bibir tipis kemerahan milik istri Mamat itu, kali ini dengan rakus dan penuh nafsu.
”Ahh,” Atik melenguh menerimanya, ia memang sempat terkejut, namun kemudian membalas lumatan Dewo dengan tak kalah panas. Tanpa berkata apa-apa lagi, merekapun terlibat dalam ciuman yang hangat dan penuh gairah.
Salah satu tangan Dewo menyingkap baju panjang yang dipakai oleh Atik, ia ingin mengelus dan meraba-raba kulit paha perempuan cantik itu. Sementara kontol Dewo yang sudah ngaceng berat membuat Atik melotot, batang panjang itu tercetak jelas di celana kolor Dewo yang lusuh.
“Ooh... aaah...“ rintih Atik saat tangan Dewo masuk lebih dalam dan mengelus-elus lubang memeknya yang ternyata sudah begitu basah.
Tidak menyahut, Dewo segera menindih tubuh montok perempuan cantik itu ke atas sofa. Ia raba-raba tubuh Atik yang masih tertutup baju panjang dan jilbab lebar. Tangannya masuk ke balik kaos, menaikkan cup BH Atik dengan sedikit susah, dan lekas meremas dan memijit-mijit buah dada Atik yang ranum dan segar begitu sudah mendapatkan dalam genggamannya.
”Ahh,” Atik mendesah, rintihannya semakin terdengar jelas memenuhi ruangan.
“Lepas bajumu, Mbak… aku ingin melihat kesintalan tubuhmu,“ perintah Dewo sambil menaikkan baju Atik ke atas.
Atik yang sudah terbakar nafsu hanya tersenyum mengiyakan dan lekas melakukannya. ”Paman juga donk, masa cuma aku aja yang telanjang” pintanya.
Dewo pun melepas kaosnya, juga membuka celana kolornya yang telah lusuh dan membuangnya begitu saja ke lantai. Kontolnya yang masih tertutup celana dalam sudah bisa membuat Atik mendelik. Dewo menarik BH istri Mamat itu dan melepasnya, membiarkan dada Atik yang bulat dan sintal terekspos jelas di depan hidungnya.
 
“Tetekmu indah, Mbak…“ ujar Dewo sambil langsung menyusu ke buah dada itu, ia mengemut putingnya yang lancip kuat-kuat sambil sesekali menggigitinya dengan penuh nafsu. Atik meremasi kepalanya saat Dewo melakukan itu.
“Lakukan, Paman… beri aku kepuasan... aku sudah lama tidak mendapatkan yang seperti ini.” bisiknya parau sambil dengan gemas langsung meremas kontol Dewo keras-keras, Dewo sampai terlonjak kesakitan karena dicekal seperti itu.
”Sakit, Mbak. Pelan-pelan,” pintanya.
“Aku mau lihat punya Paman, boleh ’kan?” sahut Atik tak sabaran. Tangannya masih terus meremas-remas kontol Dewo yang sudah ngaceng berat. Setelah Dewo mengangguk setuju, dia segera menarik turun celana dalam yang membungkusnya hingga kontol Dewo menyeruak keluar dengan gagahnya, memamerkan segala kejantanan dan pesonanya.
“Wow, besar sekali!!!“ puji Atik dengan tersenyum, tangannya memegang dan meremas-remas kontol Dewo semakin gemas.
”Inimu juga gede,” sahut Dewo sambil memegangi buah dada Atik yang terlihat benar-benar padat.
“Duduk, Paman, sini aku emut...“ balas Atik dengan muka pengen, terlihat celana dalamnya sudah sangat basah.
“Mbak Atik udah nggak tahan ya?“ ledek Dewo sambil mencubiti putingnya satu per satu.
“Aah, Paman... geli!” rintih Atik dengan tersenyum akibat godaan Dewo.
Dewo menarik celana dalam Atik sampai terlepas dan melemparkannya ke lantai, menumpuk bersama baju-bajunya. Tubuh perempuan beranak satu ini memang benar-benar menggairahkan, sangat sintal dan mulus sekali, membuat Dewo semakin tidak tahan untuk membiarkannya menganggur lebih lama lagi.
“Uuh... memek Mbak Atik bagus sekali. Lebih bagus lagi jika kontolku sudah menyodok-nyodoknya,” racau Dewo sambil memandangi memek yang berjembut tipis itu.
“Lakukan, Paman... cepat lakukan!” sahut Atik dengan wajah yang sudah tidak tahan, matanya terus menatap ke arah kontol si Dewo.
“Sabar, Lonteku! Aku pasti akan melakukannya,“ ucap Dewo sambil langsung menindih dan meremas-remas buah dada Atik yang bulat besar dengan penuh nafsu. Ia juga melumat bibir perempuan cantik itu sembari memeluknya erat.
”Hmm... ahh!” Atik meladeni lumatannya dengan tak kalah rakus dan liar. Mereka berdua saling menghisap, luar biasa nakal dan nikmat. Geliat tubuh Atik makin terasa menggelinjang seiring tangan Dewo yang terus meremas-remas lembut buah dadanya yang ranum itu.
“Ooh. Paman, sudah... aah...“ erang Atik tak tahan, ia mendorong dada Dewo agar tidak menindihnya, lalu menyuruh laki-laki itu untuk duduk kembali. ”Sini kontol Paman, aku emut!” katanya dengan tegas dan tersenyum nakal. Dewo hanya bisa mendesah dan membuka paha, baru kali ini ia menurut saat diperintah oleh perempuan.
”Kontol nakal, rasakan kau...“ seru Atik dengan gemas, ia memegang dan memijit kontol Dewo begitu keras.
“Jangan kasar, Mbak... kalau mau emut, ndang emut aja. Jangan dicekik seperti itu, bisa mati nanti kontolku.“ keluh Dewo tidak rela.
“Saya mau nanya... sudah berapa kali kontol ini masuk ke memek perempuan?“ selidik Atik dengan wajah menatap Dewo, sementara jari-jari tangannya masih memegangi kontol Dewo dengan gemas.
“Berkali-kali, Mbak.“ jawab Dewo ngasal.
“Kalau begitu, Paman harus ngentoti aku berkali-kali juga!“ sahut Atik dengan riang, kemudian tersenyum.
“Nggak perlu diminta, Mbak... akan aku bikin mbak teler pagi ini,“ sahut Dewo.
Atik tergelak. “Aku mabuk kontol, Paman... Kontolmu besar, aku suka... sudah lama aku nggak ngeliat kontol yang gede gini... aku pengen merasakan kontolmu, Paman.“ kata Atik sambil mendorong dada Dewo agar bersandar di sofa.
Dengan rakus ia kemudian melahap kontol si Dewo, Atik menelannya bulat-bulat, ia masukkan semua ke dalam mulutnya. Meski agak sedikit kesulitan, Atik terus mempermainkan kontol si Dewo, lidahnya dengan rakus menjilat batang kontol Dewo hingga jadi memerah karena rangsangannya.
Dewo membiarkan Atik menikmati batang padat kontolnya. Ia tengadah merasakan kenakalan bibir dan lidah perempuan cantik beranak satu ini. Dewo merebahkan tubuhnya agar nyaman. Ia pandangi Atik yang masih rakus memainkan batang kontolnya. Lidah perempuan itu terus menjilat-jilat, membasahi batang kontol Dewo di setiap bagiannya; mulai dari ujung hingga pangkalnya, juga dua telor yang ada di bagian bawahnya. Atik menghisapnya dengan begitu rakus, menelannya bulat-bulat dan menghisapnya dengan begitu kuat, membuat Dewo jadi merintih nikmat dibuatnya.
“Enak, Mbak… terus... kamu benar-benar pelacur berjilbab!“ ejek Dewo, yang tentu saja diabaikan oleh Atik. Boro-boro marah, ia malah makin tenggelam dalam kenikmatan mengulum batang kontol Dewo. Benda itu sekarang jadi mengkilap karena penuh oleh air liur Atik.
“Crop…“ Atik melepas penis Dewo lalu merangkul pundak laki-laki itu, ”Masukin, Paman… aku sudah nggak tahan!“ pintanya.

“Nanti mau aku keluarin di mana?” tanya Dewo sambil tangannya meremas-remas payudara Atik pelan.

“Di dalam saja, nggak apa-apa.“ sahut Atik, tangannya lekas membimbing kontol Dewo agar segera memasuki lubangnya.

“Mbak nggak takut hamil?“ tanya Dewo.

“Lakukan saja, Paman, jangan banyak tanya!“ dengan sedikit memaksa, Atik mengepaskan batang kontol Dewo dan menekannya perlahan. Terasa sesak sekali saat ujung kontol Dewo mulai masuk membelah celah mulut vaginanya.

“Punya Paman kegedean...“ bisik Atik perlahan.
”Bukan, punya Mbak yang masih kering.” sahut Dewo saat Atik masih memeluknya. Ia segera menggulingkan diri hingga ganti Atik yang berada di bawah sekarang. Dewo langsung menindihnya, ia angkat kedua paha Atik ke atas, segera disosornya memek perempuan cantik itu.

“Ah, Paman... geli!“ Atik merintih. Memeknya yang masih rapat kini dibuka paksa oleh Dewo dengan jilatan. Hisapannya yang kuat dan bertubi-tubi membuat tubuh Atik melengkung, yang disambut oleh Dewo dengan meremas-remas lembut buah dadanya, sehingga kepala Atik makin oleng ke kanan dan ke kiri.
Dewo terus menjilat dan memasukkan lidahnya semakin dalam ke lubang memek Atik yang becek. Jilbab perempuan cantik itu sudah awut-awutan, Atik ingin melepasnya, tapi Dewo lekas melarang. ”Mbak lebih menggairahkan kalau pake jilbab.” begitu kata si Dewo. Atik pun tidak membantah lagi, kembali ia nikmati hisapan Dewo pada lubang memeknya yang sekarang sudah semakin kuat dan cepat. Mata Atik sampai memutih akibat menahan sensasi jilatan itu.

“Ahh... enak, Paman... terus... terus... hisap yang itu! Yah, iya bener... yang itu...“ rintih Atik saat lidah Dewo sampai di bulatan itilnya yang sudah menonjol indah dan menjilat kuat disana. Ia menggigit bibirnya sendiri karena saking nikmatnya.
Menit demi menit berlalu, memek Atik kian merekah dan memerah. Itilnya yang terus dijilati oleh Dewo, kini sudah mengeras dan memerah tajam. Atik yang diserang begitu rupa, semakin menjerit dan berteriak penuh kenikmatan,
“Lakukan sekarang, Paman… Lakukan... entoti aku! Ughh... ahh... aku udah nggak tahan!“ pintanya.

Dewo yang juga sudah tak tahan, lekas mengatur posisi. Ditindihnya tubuh montok Atik sambil tangannya meremas-remas payudara perempuan cantik itu pelan-pelan. ”Terima ini, Lonteku! Jangan panggil aku Dewo kalau tidak bisa memuaskanmu!” kata Dewo sambil menusukkan batang kontolnya kuat-kuat.
”Auw!” Atik menjerit kaget saat memeknya dipenuhi oleh kontol Dewo dengan tiba-tiba, meski sudah siap dan sangat mengharapkannya, tapi tetap saja membuat Atik meringis kesakitan. Batang kontol itu sungguh sangat besar, juga panjang dan keras sekali. Memek Atik bagai ditumbuk-tumbuk alu besar saat Dewo mulai menggerakkannya naik turun.
“Sakit, Paman... tapi enak,“ ujar Atik berusaha untuk tersenyum.

“Semua pelacurku pasti bilang begitu,“ balas Dewo sambil melumat dan memeluk tubuh Atik mesra, tangannya kadang meremas buah dada istri Mamat itu. Bunyi kecipak alat kelamin yang bertubrukan memenuhi ruangan tengah yang tidak seberapa besar itu. Atik terus berteriak, tubuh sintalnya menggelinjang naik turun dengan irama teratur, sesuai genjotan pinggul Dewo yang sudah semakin keras dan cepat. Tangan Dewo juga mengelus-elus paha Atik yang putih mulus.

“Ahh, Paman... enak... ooh...“ rintih Atik di tengah debur nafasnya yang tak teratur. Dewo terus memberikan tambahan rangsangan dengan meremas-remas buah dadanya, juga mengulum kedua putingnya secara bergantian. Atik meremas kepala laki-laki itu. Mereka terus berpacu dalam posisi seperti itu lama sekali, hingga akhirnya Atik menjerit pelan tak lama kemudian. Sepertinya dia akan segera  orgasme.

“Paman, ahh... aku nggak tahan...“ teriaknya.

“Keluarkan saja, jangan ditahan! Ooh... betapa enaknya tempekmu!“ sahut Dewo sambil terus menggenjot cepat.

Atik tersenyum sambil mengimbangi dengan menaik-turunkan pantatnya. Ia nikmati gesekan kontol Dewo di dinding-dinding memeknya dengan sepenuh hati, hingga akhirnya muncrat beberapa detik kemudian.

“Ohh... .. aku sampai!” Tubuhnya yang indah melengkung bak busur panah, memberikan tambahan remasan pada buah dadanya yang membusung indah. Dewo lekas mencium dan memijitinya keras-keras untuk memberikan tambahan rangsangan saat Atik menjemput orgasmenya.
Atik menikmati saat-saat indah itu beberapa lama, hingga akhirnya tubuhnya lunglai karena kelelahan. Dewo segera menangkap dan mendekapnya, memeluknya dengan dua tangan. ”Enak ’kan, Lonte baruku?” tanyanya menggoda.

Atik mengangguk, “Makasih, Paman... aku puas sekali. Kontol paman benar-benar jantan!” pujinya.
”Masih mau lagi?” tanya Dewo.
Atik mengangguk lagi, ”Entoti aku, Paman, sampai kapanpun aku mau!” jeritnya.
Dewo menyeringai, ”Tapi ada syaratnya,”
”Apa itu?” tanya Atik.
”Minum pejuhku, itu syarat yang pertama.” sahut Dewo sambil meremas gemas buah dada Atik yang bulat besar.
Atik mengangguk mantab, ”Jangankan pejuh, minum air kencing Paman aku juga mau.”
”Hahaha,” Dewo tertawa gembira. ”Mau tahu syarat yang kedua?” tanyanya.
Atik mengangguk, ”Auw!” ia sedikit menggelinjang saat Dewo mengulum putingnya yang lancip kuat-kuat.

“Aku pengen perawanmu yang ini.” kata Dewo sambil memegang lubang anus Atik.
”Nikmati saja, Paman... semua lubang di tubuhku adalah milikmu!” Atik semakin menggelinjang karena nafsu, ia sudah tidak dapat berpikir jernih.
”Kalau begitu, kuambil sekarang!” kata Dewo sambil memutar tubuh Atik hingga menungging di hadapannya. Cepat diludahinya lubang anus perempuan cantik itu, ditusuk-tusuknya perlahan dengan tangan, sebelum akhirnya mengepaskan ujung kontol ke lubangnya yang mulai merekah indah.
”Auw! Pelan-pelan, Paman!’ jerit Atik saat Dewo mulai menusuk masuk. Terasa sangat sempit dan ketat karena lubang itu memang tidak pernah digunakan. Dewo menyeringai puas. Tadi malam ia bisa memperawani Imah, sekarang Atik, selanjutnya siapa lagi ya?
“Paman, berhenti dulu... ughhh, sakit!” rintih Atik memelas.
Tapi bukan Dewo namanya kalau punya rasa kasihan. Ia terus menusukkan penisnya, mendorong dan menekannnya sekuat mungkin hingga amblas seluruhnya. Selanjutnya, tanpa memberi kesempatan bagi Atik untuk bernafas, ia mulai menggoyangnya maju mundur.
”Auw! Paman, sakit!” Atik terus mengaduh, tubuhnya menggelinjang kesana kemari karena saking nyerinya.
Dewo segera memeluk dan memeganginya. Sambil terus menggoyang, ia cium bibir perempuan cantik itu dan dilumatnya mesra, membuat Atik makin kepayahan hingga akhirnya berhenti berteriak. Dewo juga meremas-remas buah dadanya dengan lebih keras, sehingga Atik makin tidak bisa berkutik lagi. Di bawah, pantatnya terus menekan, memacu tubuh seksi istri Mamat dengan sangat cepat.

“S-sudah, Paman... aku nggak tahan.“ erang Atik begitu keras.

“Tahan sebentar, aku sudah mau keluar!“ balas Dewo sambil kembali melumat bibirnya. Saat sudah tiba waktunya ia ejakulasi, cepat Dewo mencabut batang kontolnya dan kembali membalik tubuh molek Atik. Ia jepitkan batang yang penuh lendir itu ke belahan payudara Atik yang bulat besar.
”Emut, Lonteku! Rasakan pejuhku saat menyiram mulutmu!” perintah Dewo.
Atik segera membuka bibirnya dan melahap ujung kontol Dewo. Benda itu terasa berkedut-kedut pelan, dari lubangnya yang mungil memancarlah cairan mani yang begitu kental, sangat banyak dan panas sekali. Atik segera menampung semuanya dengan lidah, lalu menelannya dengan sekali tegukan.
Dewo menyeringai melihat kepintaran istri Mamat itu, ia masukkan batang kontolnya ke mulut Atik agar perempuan cantik itu membersihkan sisa-sisa spermanya.
”Gimana, Paman?” tanya Atik saat kontol Dewo sudah mengkilat bersih.
”Apanya?” tanya Dewo sambil tangannya kembali mengelus-elus bulatan payudara Atik.
”Apa aku sudah bisa jadi gundik Paman?” tanyanya.
Dewo mengangguk, ”Tentu saja. Mulai sekarang, kamu boleh nikmati kontolku kapan saja.”
”Asyik!” Atik tersenyum gembira.
Dewo sudah akan berkata lagi saat didengarnya suara ’ceklek’ di pagar depan. Dewo masih berpikir, suara apakah itu? Tapi Atik yang sudah hafal segera berteriak panik. ”Suamiku, dia sudah pulang!”
Dewo segera mencabut kontolnya dan mengenakan celana kolornya dengan serampangan, bajunya ia pegang begitu saja di tangan. ”Pintu belakang, mana pintu belakang?” tanyanya cepat.
Atik menunjuk lorong di sebelah dapur, Dewo segera melesat kesana, tepat saat pintu depan terbuka dan masuklah bang Mamat, suami Atik. ”Kamu kok telanjang?” tanya laki-laki itu.

”Aku nunggu Abang, sudah pengen banget!” dusta Atik sambil memamerkan tubuh sintalnya.
Tanpa menaruh curiga, Mamat pun tersenyum dan lekas mencopoti seluruh bajunya, ikut telanjang. Dengan kontol yang mendongak panjang, tapi cuma setengah dari milik si Dewo, ia tindih tubuh sang istri.
Sementara itu, Dewo yang berhasil lari, masuk ke rumah Nyai Siti dengan terengah-engah. Kyai Kholil yang melihatnya bertanya, ”Ada apa, Mas?”
”Ehm, anu... dikejar anjing.” sahut Dewo.
Kyai Kholil tidak bertanya lagi, laki-laki itu kembali menekuni buku yang sedang dibacanya. Dewo segera masuk ke dalam kamar. Sebelum menutup pintu, ia sempat melirik ke ruang tamu. Disana, duduk seorang wanita muda yang sangat cantik dan seksi, sepertinya teman sekolah Wiwik. Gadis itu melihat Dewo dan tersenyum. Dewo mengangguk dan ikut tersenyum.
Saat itulah matanya menatap kertas pelet yang ia taruh di pintu depan. Dengan pandangannya yang terlatih, Dewo bisa tahu kalau kertas itu masih bekerja, terbukti dari si gadis teman Wiwik yang sekarang mulai berjalan mendekatinya.
Ketemu juga jawabannya, kenapa Atik begitu gampangan tadi. Ternyata wanita itu sudah terkena ilmu peletnya. Dalam hati Dewo berseru gembira, berarti ilmunya sudah meningkat pesat. Seharusnya pelet itu cuma bekerja satu malam, saat digunakan kepada Imah. Tak tahunya, sampai siang begini, masih ampuh juga. Dewo amat bersyukur, dengan begitu, ia jadi dapat tambahan rejeki. Setelah dengan Atik, kini ada teman Wiwik yang tertarik.
Tapi masalahnya, ada Kyai Kholil di rumah. Apa yang akan dilakukan Dewo? Temukan jawabannya di episode 8 yang akan terbit bulan depan.    

Muslihat Kakek Dewo 6                                                                           

                                                              

Kemarin tak sengaja Dewo melihat Imah, ibu satu anak yang suaminya merantau ke luar pulau. Saat itu Dewo baru pulang dari kerjaan mencangkul di sawah. Dadanya berdesir manakala melihat kecantikan Imah, apalagi wanita itu memakai kaos tipis yang mencetak jelas bentuk tubuhnya yang sintal meski dia berjilbab. Timbul pikiran kotor Dewo untuk bisa mencicipi tubuh Imah. Ia pun segera mengatur siasat.
Setibanya di rumah, Dewo segera mencari Nyai Siti. Ia tidak memanggil perempuan cantik itu, tetapi langsung mencari ke kamarnya. Kebetulan hari ini Kyai Kholil sedang tidak ada di rumah, laki-laki itu mendapat undangan mengisi pengajian ke desa sebelah, baru nanti sore pulangnya. Dewo yang sudah hafal betul kebiasaan Nyai Siti, dengan perlahan melongokkan kepala. Jam segini, istri Kyai Kholil itu selalu tidur siang. Benar saja, dilihatnya Nyai Siti tengah terlelap menggunakan daster lengan panjang. Rambutnya digerai ke punggung, tidak ada jilbab panjang yang menutupi seperti biasanya.

Setelah menutup pintu, dengan badan basah penuh keringat, Dewo kemudian melepas celana kolornya dan perlahan naik ke atas ranjang. Dihampirinya Nyai Siti yang masih tetap terlelap, sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Dewo lalu mengulurkan kontolnya yang sudah menegang ke depan mulut perempuan cantik itu dan menggesek-gesekkannya lembut disana. Sambil melakukannya, Dewo juga mulai meremas-remas payudara Nyai Siti yang bulat besar, yang masih tertutup baju daster. Dewo memijit-mijitnya dengan keras hingga membuat Nyai Siti terbangun tak lama kemudian.
”Ah, apa... eh, Mas Dewo,” gagap Nyai Siti, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang duduk telanjang di depannya. Dan senyumnya berubah semakin lebar manakala melihat kontol panjang Dewo yang telah berdiri menantang di depan hidungnya. Nyai Siti segera menangkapnya dengan menggunakan mulut dan lekas mengulumnya begitu nafsu.
Sambil mengentot mulut Nyai Siti, Dewo berbisik, ”Nyai, aku perlu bantuanmu.” tangannya masuk ke dalam daster Nyai Siti untuk memegangi payudara istri Kyai Kholil itu secara langsung.
”Demi kontolmu, aku rela melakukan apapun, Mas.” jawab Nyai Siti dengan mulut penuh kontol.
Sambil mulai menelanjangi tubuh sintal Nyai Siti, Dewo pun membisikkan sesuatu, dan terlihat Nyai Siti hanya mengangguk mengiyakan. Dewo kemudian mencium mulut Nyai Siti sebagai ungkapan rasa terima kasihnya. Nyai Siti hanya bisa pasrah, dengan tetap berpelukan, mereka terus bercumbu. Tangan Dewo menggerayangi tubuh mulus Nyai Siti yang kini sudah telanjang total. Nyai Siti yang juga terbakar nafsunya, sambil memegang dan mengocok-ngocok kontol Dewo, berinisiatif menjilati leher dan dada laki-laki tua itu. Meski tubuh Dewo bau keringat, Nyai Siti tampak tidak peduli. Malah ia seperti menyukainya, ia terus memainkan puting Dewo dengan menghisap dan menjilatinya penuh nafsu.
Dewo yang juga sudah telanjang, senang-senang saja tubuhnya disapu oleh lidah Nyai Siti. Tapi ia tidak ingin berlama-lama dalam bercumbu, cepat ditariknya tangan Nyai Siti ke belakang dan kemudian diikatnya dengan tali. ”Sebagai hadiah bagi Nyai, akan kuberikan kesenangan kepadamu hari ini.” kata Dewo sambil menyumpalkan celana dalamnya ke mulut Nyai Siti.
Nyai Siti hanya mengangguk saja. Ia tampak pasrah, tapi tatapan matanya menyiratkan tanda tanya besar dengan apa yang akan dilakukan oleh si Dewo kali ini.
Setelah menyumpal mulut Nyai Siti, Dewo kemudian mengambil guling untuk mengganjal perut Nyai Siti. Dia juga menarik kaki Nyai Siti yang menggantung kemudian diikatnya ke kanan dan ke kiri. Dengan posisi tengkurap, kini tubuh Nyai Siti tampak menungging indah. Dewo tersenyum saat melihatnya, sekarang waktunya untuk beraksi. Diolesinya lubang anus Nyai Siti dengan ludahnya sampai menjadi  basah, ia juga meludahi ujung kontolnya sendiri. Setelah dirasa cukup, barulah ia mempertemukan keduanya.
”Hmph...” rintih Nyai Siti saat kontol panjang Dewo menerobos lubang anusnya. Ia tidak bisa mengaduh ataupun berteriak karena mulutnya disumpal Dewo dengan celana dalam.
Sambil mulai menggenjot tubuhnya, tangan Dewo ikut beraksi. Dengan gemas ia meremas-remas payudara Nyai Siti yang menggantung indah. Juga sesekali menampar pantat Nyai Siti yang bulat besar hingga jadi memerah. Tak lupa ia mengobok-ngobok memek Nyai Siti dengan dua jari hingga membuat perempuan cantik itu orgasme tak lama kemudian.
”Hmph... umph...” Nyai Siti menjerit, tapi suaranya teredam oleh sumpalan celana dalam Dewo. Hanya kucuran air cintanya yang begitu deras yang bisa menjadi petunjuk kalau istri Kyai Kholil itu sedang mengalami nikmat yang amat sangat.
Dewo yang keenakan menggenjot anus Nyai Siti hampir ikut meledak juga, tapi untung ia cepat sadar. Cepat ditariknya kemaluannya dan diarahkannya ke mulut Nyai Siti. Dilepaskannya sumpalan di mulut perempuan cantik itu, ”Emut kontolku, Nyai!” perintahnya.
Dengan mulut kering akibat banyaknya air liur yang terserap oleh celana dalam Dewo, Nyai Siti melahap kontol itu dan mulai mengulumnya.
”Kamu haus, Nyai? Nih, aku berikan madu untukmu…” kata Dewo sambil  memompa kontolnya hingga mentok ke tenggorokan Nyai Siti. Tidak berapa lama, ia pun orgasme di mulut Nyai Siti, spermanya yang kental berhamburan memenuhi mulut Nyai Siti.
Dengan badan remuk redam tapi nikmat, Nyai Siti berusaha menelan semuanya. Ia mulai menyukai rasa pejuh Dewo. Dewo yang kelelahan, dengan senyum penuh kepuasan berbaring di tempat tidur Nyai Siti. Diperhatikannya istri Kyai Kholil yang cantik itu, yang kembali mengenakan daster dan jilbabnya.
”Mas, aku siapkan makan siang ya...” kata Nyai Siti sambil melangkah gontai keluar dari kamar.
”Jangan lupa rencana kita nanti malam, Nyai.” Dewo mengingatkan. Bagaikan raja, itulah Dewo yang kini sudah menguasai tubuh dan fikiran Nyai Siti.
Nyai Siti hanya mengangguk lemah dan berlalu menuju dapur.
***
Malamnya berjalan seperti perkiraan Dewo, Nyai Siti pulang dari Masjid bersama Imah dan seorang tetangga mereka yang lain. Dewo sudah memasang pelet di depan pintu, siapapun yang melewatinya akan menuruti kata-kata Dewo, tidak peduli laki-laki maupun perempuan. Dewo bekerja keras untuk yang satu ini, ia harus mengerahkan semua ilmunya untuk mewujudkannya, dan berharap semoga saja pelet itu bisa bekerja sempurna.
Dengan alasan ingin memperlihatkan sesuatu, Nyai Siti mengajak Imah untuk mampir sebentar ke rumahnya. Sedangkan tetangga yang lain, karena umurnya terlalu tua -yang pasti tidak disukai oleh Dewo- dengan halus diminta pulang oleh Nyai Siti. Untung orangnya mau, dan sepertinya Imah juga tidak curiga. Dari dalam kamarnya, Dewo memuji kemampuan Nyai Siti dalam memainkan kata-kata.
Beriringan bersama Imah, Nyai Siti berjalan melewati pintu depan. ”Tunggu disini ya, Im. Saya ambilkan dulu barangnya.” kata Nyai Siti, ia menyuruh Imah untuk menunggu di ruang tamu. Dari gelagatnya, Dewo bisa menebak kalau ilmu peletnya bekerja, Imah tampak bingung dan hilang kesadaran. Pandangannya kini menjadi kosong.
Nyai Siti segera mendatangi Dewo yang menunggu di kamar. ”Mas, dia sudah siap.” lapornya begitu pintu sudah tertutup.
Dewo tersenyum sambil memeluk tubuh sintal Nyai Siti, ”Kamu pintar, tunggu disini ya, aku mau nemui dia dulu.” setelah mencium bibir Nyai Siti, Dewo pun beranjak keluar dari kamar menuju ruang tamu.
“Imah, tumben mampir?” tanya Dewo dari belakang, mengagetkan Imah yang sedang termenung, bingung kenapa gairah dan birahinya tiba-tiba melonjak seperti ini.
”I-iya, ada perlu sama Nyai Siti.” jawab perempuan beranak satu tersebut.
”Boleh aku duduk di sini?” tanya Dewo pura-pura bersikap sopan, padahal dalam hati ia tengah merapal mantra untuk dipakai memperkuat ilmu peletnya.
“S-silakan,” kata Imah dengan muka memerah.
”Kamu cantik, bikin celanaku jadi sesak aja,” goda Dewo terus terang.
Imah menundukkan kepala, mukanya jadi makin memerah. ”Ah, Pak Dewo bisa aja.” sahutnya dengan dada berdebar keras, tak urung matanya melirik selangkangan Dewo yang memang menonjol besar.
”Sudah berapa lama suamimu pergi merantau?” tanya Dewo.
”Tiga tahun,” jawab Ima.
”Jadi tiga tahun ini kamu kedinginan dong,” goda Dewo. ”Aku bisa menghangatkanmu lho.” tambahnya berani.
Imah diam dan pandangannya menerawang. Ia berusaha menarik napas yang makin lama semakin terasa sesak. Gemuruh di dadanya juga terasa terus menggelora. Perempuan itu memainkan jemarinya, tampak berpikir antara menolak atau menerima ajakan Dewo. Kalau dalam kondisi normal, Imah tentu akan murka digoda seperti itu. Tapi sekarang, dengan kondisi dipelet seperti sekarang ini, ia malah jadi salah tingkah. Tentu saja, karena pelet Dewo memang mustahil untuk dilawan.
“Bagaimana, Im. Kamu mau?” tanya Dewo sambil meniupkan nafasnya yang berisi jampi-jampi ke kuduk Imah.
Diserang dengan dosis berlipat-lipat seperti itu, Imah yang pada dasarnya memang tidak kuat iman, takluk dengan mudah. Nyai Siti saja menyerah, apalagi dia yang memang haus akan sentuhan laki-laki. Dengan mata menatap sayu, perlahan Imah berdiri dan meraih tangan Dewo. ”Pak Dewo, ohh... lakukan! Cepat setubuhi aku! Puaskan aku dengan kontol besarmu itu! Kumohon...” pintanya penuh nafsu.
Dewo menyeringai. ”Dengan senang hati, mbak Imah.” sahutnya sambil membimbing Imah masuk ke dalam kamar. Nyai Siti yang sudah menunggu, segera membantu Dewo menelanjangi Imah. Saat istri Kyai Kholil itu ingin ikut melepaskan pakaiannya, Dewo lekas melarang.
”Tidak sekarang, Nyai. Aku ingin total ngentotin dia, Nyai jangan ganggu. Nanti Nyai aku kasih jatah sendiri.” kata Dewo.
Dengan agak marah dan kecewa, Nyai Siti keluar dari kamar tanpa berkata apa-apa lagi. Dewo segera menutup pintu dan beralih menghadapi Imah yang sudah duduk pasrah di pinggiran tempat tidur.
”Akan kupuaskan kau malam ini, budakku yang baru!” kata Dewo sambil memeluk tubuh montok Imah dari belakang dan menciumi leher serta bahunya yang terbuka.
”Hmm...” melenguh kegelian, Imah memegang tangan Dewo dan ditangkupkan ke arah buah dadanya. Dewo segera meremas-remasnya perlahan. Ukurannya  sedikit lebih kecil dari milik Nyai Siti, tapi terasa begitu lembut dan padat. Maklum, usia Imah memang lebih muda dari Nyai Siti. Mereka selisih 8 tahun. Tubuh Imah juga lebih kelihatan ramping dan menggoda, hanya karena kecantikan Nyai Siti lah yang membuat Dewo tetap menganggap istri Kyai Kholil itu sebagai gundiknya yang nomor satu.
”Ahh...” Imah merintih perlahan dan membalikkan badannya. Mereka masih terus berpelukan. Remasan Dewo semakin lama semakin terasa keras dan ganas. Imah yang mengerti kalau nafsu Dewo sudah mulai bangkit, kini mendesah dan menggesek-gesekkan pipinya ke pipi Dewo. Bibirnya mengulum daun telinga Dewo dan mendesah manja disana.
“Ohh... Pak Dewo, sudah sejak lama aku menginginkan yang seperti ini.” bisik Imah.
“Iya, mbak Imah, aku akan memuaskanmu malam ini.” balas Dewo sambil menciumi telinga Imah. Ia segera membaringkan dan menindih tubuh ibu muda beranak satu ke atas ranjang. Sambil mulai menciumi bibir, leher dan pipinya, Dewo merapatkan tubuh ke badan montok Imah.
Tangan Imah dengan cekatan membuka kancing baju Dewo saat laki-laki itu menyusuri pangkal buah dadanya dengan lidah. Kulit Imah yang putih mulus menciptakan siluet yang sangat indah saat diterpa cahaya lampu kamar yang remang-remang. Imah melanjutkan aksinya dengan melepas ikatan sarung Dewo. Dalam beberapa detik, mereka sudah sama-sama telanjang sekarang.
”Auw, Pak Dewoo...” rintih Imah saat Dewo memilin dan meremas putingnya begitu keras. Laki-laki itu juga membenamkan mulutnya ke belahan payudara Imah yang mulus terbuka, yang terasa begitu empuk dan lembut saat ia menciumi permukaannya.
Imah membalas dengan meraih dan mengusap-usap kontol Dewo yang sudah menegang penuh. Benda itu tampak begitu panjang dan kokoh, mengganjal di perut Imah bagai tonggak kayu yang tidak bisa patah. Dewo menaikkan pantatnya agar Imah bisa memainkan penisnya begitu rupa. Ia juga memutar tubuhnya agar mereka bisa memainkan alat kelamin masing-masing. Entah kenapa, dengan Imah, Dewo tidak bisa berlaku kasar.
Kini di hadapannya tersaji memek sempit Imah yang sudah memerah basah. Dengan penuh nafsu Dewo menjilat dan memainkan tonjolan daging kecil yang ada di bagian depannya. Imah membuka pahanya lebih lebar agar memudahkan Dewo dalam melakukan aksinya.
“Ough... Pak Dewo, terus... ahh!!” pekik Imah saat Dewo menjilat dan menjepit itilnya dengan menggunakan bibir. Ia menghentakkan kepala dengan keras ke atas bantal untuk meluapkan rasa nikmatnya. Imah merengek-rengek agar Dewo meneruskan aksinya tanpa perlu buru-buru melancarkan serangan terakhir.
Dewo yang sangat suka melihat bentuk memek Imah, terus menggerakkan bibirnya naik turun. Ia menyapu itil Imah berkali-kali hingga membuat lorongnya yang sempit jadi semakin basah dan lengket. Saat sudah banyak cairan yang mengalir keluar, Dewo segera menjilat dan menelannya dengan senang hati.
Terengah-engah, Imah menatap Dewo yang kini berdiri mendekatinya. Diperhatikannya kontol laki-laki itu yang begitu besar dan panjang. Punya suaminya dulu tidak ada apa-apanya dibanding ini. Imah menelan ludah, terlihat gentar dan takut, namun dalam hati juga berteriak gembira karena yakin sebentar lagi akan merasakan kenikmatan seks yang sesungguhnya.
”Emut kontolku, mbak!” pinta Dewo.
Sama seperti Nyai Siti, Imah awalnya juga kesulitan. Namun setelah menemukan ritme dan iramanya, iapun bisa melakukannya dengan lebih baik. Memang lebih nikmat sepongan Nyai Siti, tapi tetap saja Imah sanggup membuat Dewo melenguh keenakan.
”Ehm, terus, Mbak. Yah, begitu! Terus!” rintihnya dengan tangan terulur untuk meremas-remas bulatan payudara Imah yang menggantung indah.
Beberapa saat mereka dalam posisi seperti itu. Dewo memegangi kepala Imah dengan tangan kirinya dan menekannya kuat-kuat ke pangkal pahanya, membuat kontolnya yang panjang masuk seluruhnya. Imah ingin tersedak dan muntah karenanya, namun tidak bisa karena Dewo buru-buru menarik burungnya begitu wajah Imah sudah memerah. Begitu terus berulang kali hingga Dewo kembali tertarik untuk menciumi payudara besar milik Imah.
Ditindihnya lagi tubuh perempuan cantik itu. Kedua tangannya segera meremas-remas payudara bulat Imah. Kepalaku menjelajahi permukaanya yang halus mulus, yang keempukannya mengingatkan Dewo pada balon berisi air. Putingnya yang mungil kemerahan, berkali ia cucup dan gigit-gigit pelan hingga membuat Imah merintih tak tahan.
Sambil meremas ujung bantal, Imah menggesek-gesekkan ujung kontol Dewo ke bibir vaginanya. “Auhh... ayo, Pak Dewo... lakukan! Entoti aku! Penuhi aku dengan kontolmu!” ia merintih pelan saat tangan kiri Dewo mulai menjalar di pangkal pahanya. Laki-laki itu memasukkan jari tengah ke belahan memek Imah yang sempit.
”Ahh... geli, Pak! Jangan!” desis Imah begitu Dewo mulai mengocoknya. Ia membalas dengan mengusap dan meremas kontol Dewo kuat-kuat.
Dewo melanjutkan aksinya dengan menciumi seluruh bagian tubuh Imah yang putih seksi, terutama tonjolan payudaranya. Dewo melumatnya berkali-kali hingga menciptakan beberapa cupangan di permukaannya yang bulat besar. Terasa memek Imah sudah semakin basah dan panas. Dewo kembali menjilat dan menelan semua cairannya. Begitu juga Imah, ia kembali mengulum kontol panjang Dewo hingga mereka saling menghisap kemaluan sekarang.
Kontol Dewo sudah terasa mengeras maksimal. Kepalanya yang memerah dan berdenyut-denyut tampak angker dan menakutkan. Inilah saatnya. Dengan posisi menindih tubuh molek Imah, Dewo pun mulai menusukkan batang kontolnya. Semuanya berlangsung sangat cepat, tahu-tahu kontol Dewo sudah ditelan oleh memek Imah yang sempit. Terasa begitu hangat dan lembab. Dewo merintih merasakan betapa ketatnya lorong vagina Imah.
”Oughh... Pak Dewo!” rintih Imah saat pinggul Dewo mulai bergerak naik turun mengocok liang vaginanya. Ia berusaha mengimbangi dengan memutar pinggul dan menaik-turunkan pantatnya perlahan. Kakinya menjepit paha Dewo, sambil kadang dikangkangkan lebar-lebar kalau Dewo menusuk terlalu keras.
”Terima ini, akan kubuat kau tidak bisa melupakan persetubuhan ini.” ancam Dewo sambil menciumi bahu dan dada Imah. Beberapa kali ia menggigit putingnya sampai meninggalkan bekas kemerahan yang sangat banyak. Jepitan dan sempitnya memek Imah membuat Dewo lupa diri, ia benar-benar didera oleh rasa nikmat yang luar biasa.
Laki-laki itu bergerak semakin cepat dan mulai merasakan aliran yang tidak terkendali di dalam tubuh tuanya. Tapi Dewo tidak ingin mengeluarkannya sebelum Imah orgasme duluan, pantang bagi dia untuk kalah oleh perempuan. Maka Dewo pun menurunkan irama permainannya. Kini Imah yang bergerak-gerak liar, berusaha mengejar kenikmatan seksual dengan sisa-sisa tusukan kontol Dewo.
Imah yang sudah begitu bergairah, sampai juga ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang. “Aah... Pak Dewo, ouhh...” Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Untuk memaksimalkan kepuasannya, maka Dewo menekan kontolnya semakin dalam ke lorong vagina perempuan cantik itu. Terasa cairan kewanitaan Imah menyembur deras menyiram batang penis Dewo, sebagian menetes keluar membasahi sprei.
Sejenak mereka beristirahat tanpa Dewo mencabut penisnya. Setelah beberapa lama, begitu Imah terlihat sudah mulai tenang, maka Dewo memberikan isyarat untuk doggy style. Ia dorong tubuh montok Imah agar mengambil posisi tengkurap. Sekarang wanita beranak satu tersebut sudah berbaring membelakangi Dewo dengan memek mengintip malu-malu dari celah-celah pahanya yang putih mulus. Dewo mengusap dan menjilatinya sebentar, namun bukan itu sasarannya kali ini. Dengan ludahnya Dewo membasahi lubang anus Imah.
”Aku ingin mengambil perawanmu yang ini, boleh?” tanya Dewo dengan maksud tidak ingin ditolak.
Tersenyum mengiyakan, Imah menganggukkan kepala. ”Silahkan, Pak Dewo. Lakukan apapun yang kau mau pada tubuhku!” sahutnya.
Imah menaikkan pantatnya sedikit saat ujung kontol Dewo terasa mulai menyundul lubang anusnya. Dewo menekan dan bless... dengan diiringi pekikan tertahan dari Imah, kontol Dewo yang masih kaku dan keras pun masuk seluruhnya. Sambil berpegangan pada pinggul Imah yang besar, Dewo mulai menggenjot tubuhnya. Ia menusuk lubang belakang Imah berulang kali hingga ia merasa hampir mencapai puncak. Dewo segera menarik batang penisnya dan mengarahkannya ke wajah cantik yang sudah terpejam pasrah.
”Terima ini, lonte baruku!” geram Dewo dengan nafas terengah-engah. Dari ujung kontolnya, menyemprot cairan kental yang amat banyak, membasahi mulut dan hidung bangir Imah.
Menerima dengan senang hati, Imah lekas meratakannya ke seluruh wajah sebelum cairan itu jadi kering. Wajahnya kini jadi tampak licin dan mengkilat oleh lendir Dewo. Setelah itu mereka sama-sama terbaring lemas.
***
Dengan tubuh lelah, Dewo mengantar Imah sampai pintu depan. Cara jalan wanita itu jadi aneh akibat tusukan kontol Dewo yang bertubi-tubi di dua lubangnya. Mereka berjanji untuk bertemu lagi dalam waktu dekat.
”Mainlah ke rumahku. Mulai saat ini, tubuhku adalah milikmu.” kata Imah sebelum mereka berpisah.
Dewo tersenyum dan mengiyakannya. Bertambah lagi daftar budak nafsunya selain Rohmah, Wiwik dan Nyai Siti.